Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana
belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif
mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual
keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia,
serta keterampilan yang diperlukan dirinya dan masyarakat.
Ada 6 macam fungsi pendidikan, sebagai berikut ini :
1) Fungsi Sosialisasi.
Di dalam masyarakat pra industri, generasi baru belajar mengikuti
pola perilaku generasi sebelumnya tidak melalui lembaga-lembaga sekolah
seperti sekarang ini. Pada masyarakat pra industri tersebut anak belajar
dengan jalan mengikuti atau melibatkan diri dalam aktivitas orang-orang
yang telah lebih dewasa. Anak-anak mengamati apa yang mereka lakukan,
kemudian menirunya dan anak-anak belajar dengan berbuat atau melakukan
sesuatu sebagaimana dilakukan oleh orang-orang yang telah dewasa. Untuk
keperluan tersebut anak-anak belajar bahasa atau simbol-simbol yang
berlaku pada generasi tua, menyesuai kan diri dengan nilai-nilai yang
berlaku, mengikuti pandangannya dan memperoleh keterampilan-keterampilan
tertentu yang semuanya diperoleh lewat budaya masyarakatnya. Di dalam
situasi seperti itu semua orang dewasa adalah guru, tempat di mana
anak-anak meniru, mengikuti dan berbuat seperti apa yang dilakukan oleh
orang-orang yang lebih dewasa. Mulai dari permulaan, anak-anak telah
dibiasakan berbuat sebagaimana dilakukan oleh generasi yang lebih tua.
Hal itu merupakan bagian dari perjuangan hidupnya. Segala sesuatu yang
dipelajari adalah berguna dan berefek langsung bagi kehidupannya
sehari-hari. Hal ini semua bisa terjadi oleh karena budaya yang berlaku
di dalam masyarakat, di mana anak menjadi anggotanya, adalah bersifat
stabil, tidak berubah dan waktu ke waktu, dan statis.
Dengan semakin majunya masyarakat, pola budaya menjadi lebih kompleks
dan memiliki diferensiasi antara kelompok masyarakat yang satu dengan
yang lain, antara yang dianut oleh individu yang satu dengan individu
yang lain. Dengan perkataan lain masyarakat tersebut telah mengalami
perubahan-perubahan sosial. Ketentuan-ketentuan untuk berubah ini
sebagaimana telah disinggung di halaman-halaman situs web ini
sebelumnya, mengakibatkan terjadinya setiap transmisi budaya dan satu
generasi ke generasi berikutnya selalu menjumpai
permasalahan-permasalahan. Di dalam suatu masyarakat sekolah telah
melembaga demikian kuat, maka sekolah menjadi sangat diperlukan bagi
upaya menciptakan/melahirkan nilai-nilai budaya baru (cultural
reproduction).
Dengan berdasarkan pada proses reproduksi budaya tersebut, upaya
mendidik anak-anak untuk mencintai dan menghormati tatanan lembaga
sosial dan tradisi yang sudah mapan adalah menjadi tugas dari sekolah.
Termasuk di dalam lembaga-lembaga sosial tersebut diantaranya adalah
keluarga, lembaga keagamaan, lembaga pemerintahan dan lembaga-lembaga
ekonomi. Di dalam permulaan masa-masa pendidikannya, merupakan masa yang
sangat penting bagi pembentukan dan pengembangan pengadopsian
nilai-nilai ini. Masa-rnasa pembentukan dan pembangunan upaya
pengadopsian ini dilakukan sebelum anak-anak mampu memiliki kemampuan
kritik dan evaluasi secara rasional.
Sekolah-sekolah menjanjikan kepada anak-anak gambaran tentang apa
yang dicita-citakan oleh lembaga-lembaga sosialnya. Anak-anak didorong,
dibimbing dan diarahkan untuk mengikuti pola-pola prilaku orang-orang
dewasa melalui cara-cara ritual tertentu, melalui drama, tarian,
nyanyian dan sebagainya, yang semuanya itu merupakan ujud nyata dari
budaya masyarakat yang berlaku. Melalui cara-cara seperti itu anak. anak
dibiasakan untuk berlaku sopan terhadap orang tua, hormat dan patuh
terhadap norma-norma yang berlaku. Lembaga-lembaga agama mengajarkan
bagaimana penganutnya berbakti kepada Tuhannya berdasarkan tata cara
tertentu.
Lembaga-lembaga pemerintahan mengajarkan bagaimana anak kelak apabila
telah menjadi warga negara penuh, memenuhi kewajiban-kewajiban negara,
memiliki jiwa patriotik dan memiliki kesadaran berwarga negara. Semua
ajaran dan pembiasaan tersebut pada permulaannya berlangsung melalui
proses emosional, bukan proses kognitif.
Dalam proses belajar untuk mengikuti pola acuan bagi tatanan
masyarakat yang telah mapan dan melembaga, anak-anak belajar untuk
menyesuaikan dengan nilai-nilai tradisional di mana institusi
tradisional tersebut dibangun. Keseluruhan proses di mana anak-anak
belajar mengikuti pola-pola dan nilai-nilai budaya yang berlaku tersebut
dinamakan proses sosialisasi. Proses sosialisasi tersebut harus
beijalan dengan wajar dan mulus oleh karena kita semua mengetahui betapa
pentingnya masa-masa permulaan proses sosialisasi. Orang tua dan
keluarga berharap sekolah dapat melaksanakan proses sosialisasi tersebut
dengan baik. Dalam lembaga-lembaga ini guru-guru di sekolah dipandang
sebagai model dan dianggap dapat mengemban amanat orang tua (keluarga
dan masyarakat) agar anak-anak- memahami dan kemudian mengadopsi
nilai-nilai budaya masyarakatnya. Willard Waller dalam hubungan ini
menganggap sekolah, terutama di daerah-daerah pedesaan sebagai museum
yang menyimpan tentang nilai-nilai kebajikan (mnuseum of virture)
(Pardius and Parelius, 1978; p. 24). Dengan anggapan tersebut,
masyarakat menginginkan sekolah beserta staf pengajarnya harus mampu
mengajarkan nilai-nilai kebajikan dari masyarakatnya (the old viture),
atau keseluruhan nilai-nilai yang diyakini dan menjadi anutan dan
pandangan masyarakatnya. Untuk memberikan pendidikan mengenai
kedisiplinan, rasa hormat dan patuh kepada pemimpin, kemauan kerja
keras, kehidupan bernegara dan kehidupan demokrasi, menghormati,
nilai-nilai perjuangan bangsa, rasa keadilan dan persamaan,
aturan-aturan hukum dan perundang-undangan dan sebagainya, kiranya
lembaga utama yang paling berkompeten adalah lembaga pendidikan.
Sekolah mengemban tugas untuk melaksanakan upaya-upaya mengalihkan
nilai-nilai budaya masyarakat dengan mengajarkan nilai-nilai yang
menjadi way of life masyarakat dan bangsanya. Untuk memenuhi fungsi dan
tugasnya tersebut sekolah menetapkan program dan kurikulum pendidikan,
beserta metode dan tekniknya secara paedagogis, agar proses transmisi
nilai-nilai tersebut berjalan lancar dan mulus.
Dalam hubungannya dengan transmisi nilai-nilai, terdapat beragam
budaya antara masyarakat yang satu dengan masyarakat yang lain, dan
antara negara yang satu dengan negara yang lain. Sebagai contoh
sekolah-sekolah keguruan di Uni Soviet dan Amerika. Di Uni Soviet
guru-guru harus mengajarkan rasa solidaritas dan rasa tanggung jawab
untuk menyatu dengan kelompoknya dengan mengembangkan sistem kompetisi
di antara mereka. Sementara di Amerika Serikat guru harus mengembangkan
kemampuan untuk hidup mandiri dan kemampuan bersaing dengan melakukan
upaya-upaya kompetisi penuh di antara siswa-siswa.
2) Fungsi kontrol sosial
Sekolah dalam menanamkan nilai-nilai dan loyalitas terhadap tatanan
tradisional masyarakat harus juga berfungsi sebagai lembaga pelayanan
sekolah untuk melakukan mekanisme kontrol sosial. Durheim menjelaskan
bahwa petididikan moral dapat dipergunakan untuk menahan atau mengurangi
sifat-sifat egoisme pada anak-anak menjadi pribadi yang merupakan
bagian masyarakat yang integral di mana anak harus memiliki kesadaran
dan tanggung jawab sosial. (Jeane H. Bellatine, 1983, p.8). Melalui
pendidikan semacam ini individu mengadopsi nilai-nilai sosial dan
melakukan interaksi nilai-niiai tersebut dalam kehidupannya sehari-hari
Selanjutnya sebagai individu sebagai anggota masyarakat ia juga dituntut
untuk memberi dukungan dan berusaha untuk mempertahankan tatanan sosial
yang berlaku.
Sekolah sebagai lembaga yang berfungsi untuk mempertahankan dan
mengembangkan tatanan-tatanan sosial serta kontrol sosial mempergunakan
program-program asimilasi dan nilai-nilai subgrup beraneka ragam, ke
dalam nilai-nilai yang dominan yang memiliki dan menjadi pola anutan
bagi sebagiai masyarakat.
Sekolah berfungsi untuk mempersatukan nilai-nilai dan pandangan hidup
etnik yang beraneka ragam menjadi satu pandangan yang dapat diterima
seluruh etnik. Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa sekolah berfungsi
sebagai alat pemersatu dan segala aliran dan pandangan hidup yang dianut
oleh para siswa. Sebagai contoh sekolah di Indonesia, sekolah harus
menanamkan nilai-nilai Pancasila yang dianut oleh bangsa dan negara
Indonesia kepada anak-anak di sekolah.
3) Fungsi pelestarian budaya masyarakat.
Sekolah di samping mempunyai tugas untuk mempersatu budaya-budaya
etnik yang beraneka ragam juga harus melestanikan nilai-nilai budaya
daerah yang masih layak dipertahankan seperti bahasa daerah, kesenian
daerah, budi pekerti dan suatu upaya mendayagunakan sumber daya lokal
bagi kepentingan sekolah dan sebagainya.
Fungsi sekolah berkaitan dengan konservasi nilai-nilai budaya daerah
ini ada dua fungsi sekolah yaitu pertama sekolah digunakan sebagai salah
satu lembaga masyarakat untuk mempertahankan nilai-nilai tradisional
masyarakat dari suatu masyarakat pada suatu daerah tertentu umpama
sekolah di Jawa Tengah, digunakan untuk mempertahankan nilai-nilai
budaya Jawa Tengah, sekolah di Jawa Barat untuk mempertahankan
nilai-nilai budaya Sunda, sekolah di Sumatera Barat untuk mempertahankan
nilai-nilai budaya Minangkabau dan sebagainya dan kedua sekolah
mempunyai tugas untuk mempertahankan nilai-nilai budaya bangsa dengan
mempersatukan nilai-nilai yang ada yang beragam demi kepentingan
nasional.
Macam dan fungsi pendidikan
Untuk memenuhi dua tuntutan itu maka perlu disusun kurikulum yang
baku yang berlaku untuk semua daerah dan kurikulum yang disesuaikan
dengan kondisi dan nilai-nilai daerah tertentu.
Oleh karena itu sekolah harus menanamkan nilai-nilai yang dapat
menjadikan anak itu menjadi yang mencintai daerahnya dan mencintai
bangsa dan tanah airnya.
4) Fungsi seleksi, latihan dan pengembangan tenaga kerja.
Jika kita amati apa yang terjadi dalam masyarakat dalam rangka
menyiapkan tenaga kerja untuk suatu jabatan tertentu, maka di sana akan
terjadi tiga kegiatan yaitu kegiatan, latihan untuk suatu jabatan dan
pengembangan tenaga kerja tertentu.
Proses seleksi ini terjadi di segala bidang baik mau masuk sekolah
maupun mau masuk pada jabatan tertentu. Untuk masuk sekolah tertentu
harus mengikuti ujian tertentu, untuk masuk suatu jabatan tertentu harus
mengikuti testing kecakapan tertentu. Sebagai contoh untuk dapat masuk
pada suatu sekolah menengah tertentu harus menyerahkan nllai EBTA Murni
(NEM). Dan nilai NEM yang masuk dipilih nilai NEM yang tinggi dari nilai
tertentu sampai nilai yang terendah. Jika bukan nilai yang menjadi
persyaratan yang ketat tetapi biaya sekolah yang tak terjangkau untuk
masuk sekolah tertentu. Oleh karena itu anak yang nilainya rendah dan
ekonominya lemah tidak kebagian sekolah yang mutunya tinggi. Demikian
pula untuk memangku jabatan pada pekerjaan tertentu, mereka yang
diharuskan mengikuti seleksi dengan berbagai cara yang tujuannya untuk
memperoleh tenaga kerja yang cakap dan terampil sesuai dengan jabatan
yang akan dipangkunya.
Sekolah sebagai lembaga yang berfungsi untuk latihan dan pengembangan
tenaga kerja mempunyai dua hal. Pertama sekolah digunakan untuk
menyiapkan tenaga kera profesional dalam bidang spesialisasi tertentu.
Untuk memenuhi ini berbagai bidang studi dibuka untuk menyiapkan tenaga
ahli dan terampil dan berkemampuan yang tinggi dalam bidangnya. Kedua
dapat digunakan untuk memotivasi para pekerja agar memiliki tanggung
jawab terhadap kanier dan pekerjaan yang dipangkunya.
Sekolah mengajarkan bagaimanan menjadi seorang yang akan memangku
jabatan tertentu, patuh terhadap pimpinan, rasa tanggung jawab akan
tugas, disiplin mengerjakan tugas sesuai dengan aturan yang telah
ditetapkan. Sekolah juga mendidik agar seseorang dapat menghargai harkat
dan martabat manusia, memperlakukan manusia sebagai manusia, dengan
memperhatikan segala bakat yang dimilikinya demi keberhasilan dalam
tugasnya.
Sekolah mempunyai fungsi pengajaran, latihan dan pendidikan. Fungsi
pengajaran untuk menyiapkan tenaga yang cakap dalam bidang keahlian yang
ditekuninya. Fungsi latihan untuk mendapatkan tenaga yang terampil
sesuai dengan bidangnya, sedang fungsi pendidikan untuk menyiapkan
seorang pribadi yang baik untuk menjadi seorang pekerja sesuai dengan
bidangnya. Jadi fungsi pendidikan ini merupakan pengembangan pribadi
sosial.
5) Fungsi pendidikan dan perubahan sosial.
Pendidikan mempunyai fungsi untuk mengadakan perubahan sosial
mempunyai fungsi (1) melakukan reproduksi budaya, (2) difusi budaya, (3)
mengembangkan analisis kultural terhadap kelembagaan-kelembagaan
tradisional, (4) melakukan perubahan-perubahan atau modifikasi tingkat
ekonomi sosial tradisional, dan (5) melakukan perubahan-perubahan yang
lebih mendasar terhadap institusi-institusi tradisional yang telah
ketinggalan.
Sekolah berfungsi sebagai reproduksi budaya menempatkan sekolah
sebagai pusat penelitian dan pengembangan. Fungsi semacam ini merupakan
fungsi pada perguruan tinggi. Pada sekolah-sekolah yang lebih rendah,
fungsi ini tidak setinggi pada tingkat pendidikan tinggi.
Pada masa-masa proses industrialisasi dan modernisasi pendidikan
telah mengajarkan nilai-nilai serta kebiasaan-kebiasaan baru, seperti
orientasi ekonomi, orientasi kemandirian, mekanisme kompetisi sehat,
sikap kerja keras, kesadaran akan kehidupan keluarga kecil, di mana
nilai-nilai tersebut semuanya sangat diperlukan bagi pembangunan ekonomi
sosial suatu bangsa. Usaha-usaha sekolah untuk mengajarkan sistem nilai
dan perspektif ilmiah dan rasional sebagai lawan dan nilai-nilai dan
pandangan hidup lama, pasrah dan menyerah pada nasib, ketiadaan
keberanian menanggung resiko, semua itu telah diajarkan oleh sekolah
sekolah sejak proses modernisasi dari perubahan sosial Dengan
menggunakan cara-cara berpikir ilmiah, cara-cara analisis dan
pertimbangan-pertimbangan rasional serta kemampuan evaluasi yang kritis
orang akan cenderung berpikir objektif dan lebih berhasil dalam
menguasai alam sekitarnya.
Lembaga-lembaga pendidikan disamping berfungsi sebagai penghasil
nilai-nilai budaya baru juga berfungsi penghasil nilai-nilai budaya baru
juga berfungsi sebagai difusi budaya (cultural diffission).
Kebijaksanaan-kebijaksanaan sosial yang kemudian diambil tentu
berdasarkan pada hasil budaya dan difusi budaya. Sekolah-sekolah
tersebut bukan hanya menyebarkan penemuan-penemuan dan
informasi-informasi baru tetapi juga menanamkan sikap-sikap, nilai-nilai
dan pandangan hidup baru yang semuanya itu dapat memberikan
kemudahan-kemudahan serta memberikan dorongan bagi terjadinya perubahan
sosial yang berkelanjutan.
Fungsi pendidikan dalam perubahan sosial dalam rangka meningkatkan
kemampuan analisis kritis berperan untuk menanamkan keyakinan-keyakinan
dan nilai-nilai baru tentang cara berpikir manusia. Pendidikan dalam era
abad modern telah berhasil menciptakan generasi baru dengan daya kreasi
dan kemampuan berpikir kritis, sikap tidak mudah menyerah pada situasi
yang ada dan diganti dengan sikap yang tanggap terhadap perubahan.
Cara-cara berpikir dan sikap-sikap tersebut akan melepaskan diri dari
ketergantungan dan kebiasaan berlindung pada orang lain, terutama pada
mereka yang berkuasa. Pendidikan ini terutama diarahkan untuk mempenoleh
kemerdekaan politik, sosial dan ekonomi, seperti yang diajukan oleh
Paulo Friere. Dalam banyak negara terutama negara-negara yang sudah
maju, pendidikan orang dewasa telah dikembangkan sedemikian rupa
sehingga masalah kemampuan kritis ini telah berlangsung dengan sangat
intensif. Pendidikan semacam itu telah berhasil membuka mata masyarakat
terutama didaerah pedesaan dalam penerapan teknologi maju dan penyebaran
penemuan baru lainnya.
Pengaruh dan upaya pengembangan berpikir kritis dapat memberikan
modifikasi (perubahan) hierarki sosial ekonomi. Oleh karena itu
pengembangan berpikir knitis bukan saja efektif dalam pengembangan
pnibadi seperti sikap berpikir kritis, juga berpengaruh terhadap
penghargaan masyarakat akan nilai-nilai manusiawi, perjuangan ke arah
persamaan hak-hak baik politik, sosial maupun ekonomi. Bila dalam
masyarakat tradisional lembaga-lembaga ekonomi dan sosial didominasi
oleh kaum bangsawan dan golongan elite yang berkuasa, maka dengan
semakin pesatnya proses modernisasi tatanan-tatanan sosial ekonomi dan
politik tersebut diatur dengan pertimbangan dan penalaran-penalaran yang
rasional. Oleh karena itu timbullah lembaga-lembaga ekonomi, sosial dan
politik yang berasaskan keadilan, pemerataan dan persamaan. Adanya
strata sosial dapat terjadi sepanjang diperoleh melalui cara-cara
objektif dan keterbukaan, misalnya dalam bentuk mobilitas vertikal yang
kompetitif.
6) Fungsi Sekolah dalam Masyarakat
DI muka telah dibicarakan tentang adanya tiga bentuk pendidikan yaitu
pendidikan formal, pendidikan informal dan pendidikan nonformal.
Pendidikan formal disebut juga sekolah. Oleh karena itu sekolah bukan
satu-satunya lembaga yang menyelenggarakan pendidikan tetapi masih ada
lembaga-lembaga lain yang juga menyelenggarakan pendidikan. Sekolah
sebagai penyelenggara pendidikan mempunyai dua fungsi yaitu (1) sebagai
partner masyarakat dan (2) sebagai penghasil tenaga kerja. Sekolah
sebagai partner masyarakat akan dipengaruhi oleh corak pengalaman
seseorang di dalam lingkungan masyarakat. Pengalarnan pada berbagai
kelompok masyarakat, jenis bacaan, tontonan serta aktivitas-aktivitas
lainnya dalam masyarakat dapat mempengaruhi fungsi pendidikan yang
dimainkan oleh sekolah. Sekolah juga berkepentingan terhadap perubahan
lingkungan seseorang di dalam masyarakat. Perubahan lingkungan itu
antara lain dapat dilakukan melalui fungsi layanan bimbingan, penyediaan
forum komunikasi antara sekolah dengan lembaga sosial lain dalam
masyarakat. Sebaliknya partisipasi sadar seseorang untuk selalu belajar
dari lingkungan masyarakat, sedikit banyak juga dipengaruhi oleh
tugas-tugas belajar serta pengarahan belajar yang dilaksanakan di
sekolah.
Fungsi sekolah sebagai partner masyarakat akan dipengaruhi pula oleh
sedikit banyaknya serta fungsional tidaknya pendayagunaan sumber-sumber
belajar di masyarakat. Kekayaan sumber belajar dalam masyarakat seperti
adanya orang-orang sumber, perpustakaan, museum, surat kabar, majalah
dan sebagainya dapat digunakan oleh sekolah dalam menunaikan fungsi
pendidikan.
Sebagai produser kebutuhan pendidikan masyarakat sekolah dan
masyarakat memiliki ikatan hubungan rasional di antara keduanya.
Pertama, adanya kesesuaian antara fungsi pendidikan yang dimainkan oleh
sekolah dengan apa yang dibutuhkan masyarakat. Kedua, ketepatan sasaran
atau target pendidikan yang ditangani oleh lembaga persekolahan akan
ditentukan pula o!eh kejelasan perumusan kontrak antara sekolah selaku
pelayan dengan masyarakat selaku pemesan. Ketiga, keberhasilan penunaian
fungsi sekolah sebagai layanan pesanan masyarakat sebagian akan
dipengaruhi oleh ikatan objektif di antara keduanya.
Demikian artikel singkat mengenai pengertian dan fungsi pendidikan. Semoga bermanfaat
Tidak ada komentar:
Posting Komentar